Pertama, masih sulitnya menginventarisasi dan mengindentifikasi koperasi yang beku dan tidak memiliki aktivitas usaha, tetapi masih memiliki aset-aset yang produktif. Penataan kelembagaan saat ini juga masih ditangani oleh berbagai dinas instansi yang ada, sehingga pelaksanaan pemantauan, monitoring dan evaluasi sulit dilaksanakan.
Kedua, krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan sangat berpengaruh besar terhadap produktivitas dan efisiensi koperasi, sehingga sebagian besar koperasi tidak mampu bertahan. Adanya keterbatasan SDM, terutama dari segi kualitas, juga berpengaruh besar pada tingkat profesionalisme manajemen koperasi yang rata-rata perlu perhatian.
Ketiga, dalam segi pembiayaan dan permodalan, koperasi masih sulit mengakses lembaga keuangan (perbankan) mengingat syarat yang ditetapkan cukup berat terutama masalah jaminan atau pun agunan dan syarat lainnya.
Keempat, redistribusi aset produktif yang dikelola oleh koperasi masih sangat terbatas sehingga tidak mempunyai posisi tawar yang cukup, utamanya terhadap produk atau komoditi unggulan daerah seperti bidang perkebunan, kehutanan dan pertanian dalam arti luas utamanya bidang agribisnis.
Kondisi demikian menunjukkan bahwa koperasi di samping diliputi oleh kelemahan-kelemahan internal, juga dihadapkan dengan berbagai permasalahan eksternal. Persoalan tersebut sepertinya akan tetap ada dalam kegiatan koperasi. Sehingga dalam hal ini pemerintah utamannya diharapkan tetap berperan aktif dan jangan setengah hati dalam membangun dan memberdayakan koperasi. Oleh karenanya, kata Murjana, agaknya diperlukan darah segar dalam membangun komitmen bersama atas dasar kekeluargaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar